Potret Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum Berdasarkan pengamatan, dapat dikatakan bahwa aplikasi pendidikan agama Islam di sekolah (umum) kurang maksimal.
Hal ini terjadi karena beberapa faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi minimnya praktik pendidikan agama di sekolah umum dapat berupa:
1. Timbulnya sikap orang tua di beberapa lingkungan sekitar sekolah yang kurang menyadari pentingnya pendidikan agama;
2. Situasi lingkungan sekitar sekolah dipengaruhi godaan-godaan setan dalam berbagai macam bentuknya, seperti: judi dan tontonan yang menyenangkan nafsu;
3. Dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi yang semakim melunturkan perasaan religius dan melebarkan kesenjangan antara nilai tradisional dengan nilai rasional teknologis.
Sementara itu faktor internal yang menyebabkan pendidikan agama kurang maksimal di sekolah umum antara lain:
1. Guru kurang kompeten untuk menjadi tenaga profesional pendidikan, atau jabatan guru yang disandangnya hanya merupakan pekerjaan alternatif terakhir, tampa ada rasa dedikasi sesuai tuntutan pendidikan;
2. Hubungan guru agama dengan murid hanya bersifat formal, tampa berlanjut dalam situasi informal di luar kelas;
3. Pendekatan metodologi guru masih terpaku pada orientasi tradisional sehingga tidak mampu menarik minat murid pada pelajaran agama;
4. Belum mantapnya landasan perundangan yang menjadi dasar pijakan pengelolaan pendidikan agama dalam sistem pendidikannasional, termasuk pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan Islam.
Pendidikan agama Islam (PAI) di sekolah-sekolah belum semuanya memenuhi harapan umat Islam, terutama PAI di sekolahsekolah umum. Mengingat kondisi dan kendala yang dihadapi, maka diperlukan pedoman dan pegangan dalam membina pendidikan agama Islam. Semua ini mengacu pada usaha strategis pada rencana strategis kebijakan umum Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam Departemen Agama, yaitu peningkatan mutu khusus mengenai pendidikan agama Islam di sekolah umum.
Peningkatan mutu itu sendiri terkait dengan bagaimana kualitas hasil pembelajaran pendidikan agama Islam pada peserta didik yang mengikuti pendidikan di sekolah. Mutu itu sendiri sebetulnya sesuatu yang diharapkan dapat memenuhi harapan-harapan umat Islam. Dalam kenyataannya, pendidikan agama Islam di sekolah umum masih banyak yang belum memenuhi harapan. Misalnya, kalau guru memberikan pendidikan agama Islam kepada peserta didik, tentu yang diinginkan adalah peserta didik tidak hanya mengerti tetapi juga dapat melaksanakan praktik-praktik ajaran Islam baik yang bersifat pokok untuk dirinya maupun yang bersifat kemasyarakatan. Karena di dalam pendidikan agama Islam bukan hanya memperhatikan aspek kognitif saja, tetapi juga sikap dan keterampilan peserta didik. Peserta didik yang mendapatkan nilai kognitifnya bagus, belum bisa dikatakan telah berhasil jika nilai sikap dan keterampilannya kurang. Begitu pula sebaliknya, jika sikap dan/atau keterampilannya bagus tetapi kognitifnya kurang, belum bisa dikatakan pendidikan agama Islam itu berhasil.
Inilah yang belum memenuhi harapan dan keinginan umat Islam. Contoh lain, hampir sebagian besar umat Islam menginginkan peserta didiknya bisa membaca al-Quran, namun bisakah orang tua mengandalkan kepada sekolah agar anaknya bisa membaca al-Quran. Sekolah nampaknya belum bisa memberikan harapan itu karena terbatasnya alokasi waktu atau jam pelajaran agama di sekolah umum. Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah umum penuh tantangan, karena secara formal penyelenggaraan pendidikan Islam di sekolah hanya 2 jam pelajaran per minggu.7 Jika sebatas hanya memberikan pengajaran agama Islam yang lebih menekankan aspek kognitif, mungkin guru bisa melakukannya, tetapi kalau memberikan pendidikan yang meliputi tidak hanya kognitif tetapi juga sikap dan keterampilan, guru akan mengalami kesulitan. Di kota-kota pada umumnya mengandalkan pendidikan Islam di sekolah saja, karena orang tua sibuk dan jarang sekali ada tempat-tempat yang memungkinan mereka belajar agama Islam lebih lanjut. Jadi seorang guru kalau dipercaya mendidik pendidikan agama Islam di sekolah umum, keislaman mereka ini adalah tanggung jawab moral. Oleh karena itu jangan hanya mengandalkan bekal agama pada guru-guru di sekolah saja, akan lebih baik apabila menciptakan berbagai kegiatan ekstra kurikuler yang memungkinkan anak-anak bisa belajar agama Islam lebih banyak lagi. (vik 2022)